Seputar zakat


ATURAN-ATURAN SEPUTAR ZAKAT FITRAH
 HUKUMNYA:
Fardhu ‘ain atas setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, merdeka maupun hamba sahaya, besar maupun kecil. Ini merupakan ijma’ para ulama, sebagaimana yg dinukil oleh Ibnul Mundzir. Namun dengan syarat ybs masih hidup ketika tenggelam matahari di malam ‘iedul fithri.

 HIKMAHNYA:
1- Sebagai pembersih org yg berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan cabul (selama berpuasa).
2- Sebagai makanan bagi fakir miskin.
3- Menghindarkan fakir miskin dari meminta-minta pada hari ‘Ied, sekaligus turut berbahagia bersama mereka yg kaya pada hari raya.
4- Menampakkan syukur nikmat dengan menyempurnakan shiyam dan qiyam Ramadhan.
5- Menumbuhkan sifat penyantun dan suka berbagi dengan kaum muslimin.
(Syaikh Ibnu Utsaimin)

6- Merupakan zakat badan yg tetap dihidupkan oleh Allah selama setahun. Oleh karenanya ia diwajibkan bagi anak kecil yg tidak berpuasa, demikian pula bagi orang gila dan orang yang wajib mengqadha’ puasanya.
(Syaikh Abdurrahman As Sa’diy)

 BEBERAPA HUKUM SEPUTAR ZAKAT FITRAH
PERTAMA:
Kadarnya adalah 1 sha’ (setara dengan 2.5 liter) berupa makanan pokok.

KEDUA:
Boleh memberikan lebih dari kadar yg ditentukan sebagai kehati-hatian, atau sebagai sedekah. Namun tidak boleh melakukannya dengan asumsi bahwa kadar yg ditentukan syariat dianggap terlalu sedikit, atau dengan asumsi bahwa melebihkan kadar tersebut adalah sesuatu yg dianjurkan. Lebih afdhal jika ingin bersedekah, maka memberikannya secara terpisah dari zakat fitrah (Syaikh Ibnu Utsaimin).

KETIGA:
Dapat diberikan berupa satu sha’ kurma, gandum, kismis atau makanan lain yang menjadi makanan pokok setempat, seperti beras, jagung atau sagu. Yang paling cocok saat ini ialah membayarkannya berupa beras (Syaikh Bin Baz).

KEEMPAT:
Tidak boleh membayarkannya berupa uang menurut mayoritas ulama (selain Abu Hanifah), sebab hal itu menyelisihi nas hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan praktik para sahabat beliau radhiyallaahu ‘anhum. (Syaikh Bin Baz).
Bahkan menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, tidak sah bila dibayarkan berupa uang, karena ia diwajibkan berupa makanan.

KELIMA:
Boleh membagikan zakat seseorang kepada lebih dari seorang fakir/miskin, dan boleh pula memberikan zakat beberapa orang kepada seorang fakir/miskin saja. (Syaikh Ibnu Utsaimin).

KEENAM:
Zakat fitrah adalah kewajiban setiap individu, namun bila kepala keluarga membayarkannya untuk seluruh anggota keluarga, hukumnya sah. Walaupun diantara anggota keluarga tsb ada yang sudah berpenghasilan mandiri (Syaikh Ibnu Utsaimin).

KETUJUH:
Zakat fitrah tidak wajib dibayarkan untuk janin dalam kandungan, namun sekedar anjuran (istihbab) saja.

KEDELAPAN:
Pegawai, pembantu, dan pekerja bayaran wajib menanggung zakat fitrah mereka sendiri-sendiri dan tidak ditanggung oleh majikan mereka. Kecuali bila si majikan melakukannya secara sukarela atas persetujuan si pekerja/pembantu tsb, maka tidak mengapa (Syaikh Bin Baz dan Ibnu Utsaimin).

KESEMBILAN:
Yang paling afdhal adalah membayarkan zakat fitrah pada hari ‘ied sebelum shalat ied. (Ibnu Utsaimin)

KESEPULUH:
Boleh membayarkannya sehari atau dua hari sebelum ‘Ied, tidak lebih dari itu (Syaikh Bin Baz dan Ibnu Utsaimin).

KESEBELAS:
Waktu pembayaran dimulai sejak adzan maghrib hari ke-28 (malam ke-29). Siapa yang membayarkannya sebelum itu dan ternyata bulan Ramadhannya genap 30 hari, berarti telah membayarkan sebelum waktunya. (Ibnu Utsaimin).

KEDUA BELAS:
Siapa yang membayarkannya sebelum waktunya, maka dianggap sebagai sedekah dan mendapat pahala karenanya. Namun ia dianggap belum membayar zakat, sehingga ia tetap harus mengeluarkan zakat lagi pada waktunya. (Ibnu Utsaimin).

KETIGA BELAS:
Sunnahnya ialah membayarkan zakat fitrah di negeri tempat tinggal orang yg bersangkutan (Syaikh Bin Baz).

KEEMPAT BELAS:
Afdhalnya ialah membayarkannya di tempat ia terkena kewajiban tersebut. Jika ia terkena kewajiban zakat ketika berada di luar negeri, maka ia membayarkannya di tempat tersebut. (Ibnu Utsaimin).

KELIMA BELAS:
Tidak boleh menunda pembayaran zakat fitrah hingga usai shalat ‘ied kecuali bagi ya

Maa Haadzaa:
ng berudzur. (Syaikh bin Baz dan Ibnu Utsaimin).

KEENAM BELAS:
Zakat tersebut mestinya telah sampai pada waktunya ke tangan fakir miskin, atau pihak yang diwakilkan untuk membagikannya kepada fakir miskin. Sebab jika ia telah sampai ke tangan pihak yg diwakilkan, hukumnya seperti sampai kepada yg berhak, walaupun pihak tersebut terlambat dalam menyerahkannya kepada yang berhak. (Ibnu Utsaimin).

KETUJUH BELAS:
Zakat fitrah tidak sah diberikan kecuali kepada fakir miskin saja. Tidak boleh diberikan kepada tetangga atau kerabat yang tidak membutuhkannya.

KEDELAPAN BELAS:
Zakat fitrah hanya boleh diberikan kepada fakir miskin yang MUSLIM saja. (Ibnu Utsaimin).

Diterjemahkan oleh: Sufyan bin Fuad Baswedan
Solo, malam 28 Ramadhan 1437 H
Sumber: http://fawaed14.blogspot.co.id/2013/03/blog-post_3894.html?m=1

0 comments:

Post a Comment